Thursday, May 19, 2011

Perubahan dalam Budaya Organisasi

Oleh. Abdul Wadud

Budaya organisasi terbentuk dan berkembang seiring perjalanan hidup organisasi tersebut. Ada kalanya budaya yang berkembang mendukung tujuan organisasi dan ada kalanya pula merugikan berkembangnya organisasi. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan budaya perlu dilakukan dalam organisasi untuk meningkatkan produktifitas dan kinerjanya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Ada 4 (empat) mekanisme perubahan yang bisa digunakan yaitu :

1.       Perubahan evolutif yang bersifat natural. Perubahan budaya yang bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya dan lebih berorientasi internal dalam kerangka memperkokoh nilai-nilai yang sudah ada.

2.       Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided) dengan menggunakan terapi organisasi. Perubahan budaya karena adanya kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal organisasi, melakukan penilaian dan evaluasi sehingga mengetahui kelemahan dan kelebihan organisasi. Perubahan ini terkadang membutuhkan keterlibatan orang luar dengan tujuan memberikan jaminan secara psikologis kepada orang-orang dalam organisasi bahwa perubahan tidak perlu ditakutkan.

3.      Perubahan evolutif dengan hybrids. Perubahan budaya dengan membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama. Untuk perubahan ini diperlukan bantuan orang dalam yang sudah lama bergabung dengan perusahan, sehingga keberadaannya dapat diterima semua pihak.

4.      Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisasi. Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi (para pendiri).

Adapun mekanisme perubahan budaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1.       Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change and organizational development). Perubahan yang dilakukan secara terencana untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan perkembangan organisasi tidak sesuai lagi dengan budaya organisasi yang ada.

2.       Perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru (technological seduction). Perubahan budaya dikarenakan adanya perubahan penggunaan teknologi baru. Perubahan teknologi akan mendorong perubahan perilaku yang merupakan hasil adopsi nilai, keyakinan dan asumsi baru dalam menjalankan aktifitas perusahaan.

3.      Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negatif dari mitos yang selama ini berkembang di dalam organisasi.  Perubahan dilakukan dengan mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam menjalankan aktifitas perusahaan.

4.       Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism). Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.

Terkadang terjadi penurunan produktifitas dan kinerja organisasi. Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan perubahan internal dan eksternal organisasi. Pada situasi seperti ini biasanya perubahan budaya perlu dilakukan secara struktural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan destruksi. Adapun mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1.       Perubahan yang bersifat persuasi dengan sedikit ancaman (coercive persuasion). Perubahan dengan memaksa orang membuka pbikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru sehingga ia bisa mendefinisikan ulang kedudukan dirinya dan menentukan apa yang dilakukannya.

2.       Perubahan budaya melalui strategi penyehatan organisasi (turnaround). Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan coaching para anggota organisasi, merubah struktur dan proses organisasi, memberi perhatian dan penghargaan, menciptakan slogan disamping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau berubah.\

3.       Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali organisasi baru (reorganization and rebirth). Perubahan ini dimulai dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk organisasi yang baru baik secara simbolik yaitu dengan cara menata ulang visi, misi dan tujuan jangka panjang serta pergantian kepemimpinan. Sedangkan secara riil berupa berbentuk akuisisi dan merger bahkan joint venture (aliansi strategis).

Secara umum Paul Bate menawarkan 4 (empat) pendekatan perubahan budaya yaitu :

1.       Pendekatan agresif (Aggressive approach); Perubahan budaya dengan menggunakan pendekatan kekuasaan, non-kolaboratif, membuat konflik, sifatnya dipaksakan, sifatnya win-lose, unilateral dan menggunakan dekrit. Pendekatan ini menurut Schein disebut pendekatan struktural karena mencabut akar-akar budaya yang ada.

2.       Pendekatan jalan damai (Conciliative approach). Perubahan budaya dilakukan secara kolaboratif, dipecahkan bersama, win-win, integratif dan memperkenalkan budaya yang baru terlebih dahulu sebelum mengganti budaya yang lama.

3.       Pendekatan korosif (Corrosive approach). Perubahan budaya yang dilakukan dengan pendekatan informal, evolutif, tidak terencana, politis, koalisi dan mengandalkan networking. Budaya lama sedikit demi sedikit dirusak dan diganti dengan budaya baru.

4.       Pendekatan indoktrinasi (Indoctrinative approach). Pendekatan yang bersifat normatif dengan menggunakan program pelatihan dan pendidikan ulang terhadap pemahaman budaya yang baru.

Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, maka Paul Bate menyampaikan ada 5 (lima) tahap perubahan budaya yaitu :

1.       Deformative (Tahap gagasan perubahan) yaitu perubahan budaya belum benar-benar terjadi, baru sebatas gagasan yang menegaskan bahwa perubahan budaya perlu dilakukan. Pada tahap ini biasanya terjadi shock therapy dan mendramatisir pemaparan perlunya perubahan budaya .

2.       Reconsiliative (Tahap dukungan gagasan perubahan) yaitu Adanya dukungan berbagai pihak terhadap gagasan perubahan budaya. Pada tahap ini terjadinya negosiasi terhadap pelaku budaya baik dari pihak inisiator atau pendorong perubahan maupun pihak yang tidak setuju perubahan budaya.

3.       Acculturative (Tahap komunikasi dan komitmen) yaitu terjadinya komunikasi yang intensif terhadap kesepakatan yang diperloleh pada tahap sebelumnya untuk menciptakan komitmen. Pada tahap ini perlu dilakukan proses sosialisasi dan edukasi untuk membantu penetrasi perubahan budaya.

4.       Enactive (Tahap pelaksanaan perubahan) yaitu pelaksanaan hasil pemikiran, pembahasan dan diskusi tentang budaya baru. Pelaksanaan ini terdapat 2 (dua) bentuk yaitu personal enactment (masing-masing individu melakukan tindakan yang memungkinkan budaya menjadi bagian dari kehidupan mereka) dan collective enactment (para pelaku budaya secara bersama-sama memecahkan persoalan cultural yang selama ini masih menggantung).

5.       Formative (Tahap pembentukan struktur dan bentuk budaya) yaitu saat membentuk dan mendesain struktur budaya sehingga budaya yang dulunya invisible menjadi visible bagi semua anggaota organisasi.

Dalam melaksanakan perubahan budaya perlu memperhatikan beberapa dimensi perubahan antara lain :

1.       Dimensi struktural (budaya yang akan dirubah). Tujuannya bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang ada tetapi juga agar pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir irganisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

2.      Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalanannya sepanjang waktu). Tujuannya agar dalam perubahan budaya tidak terjadi kesalahan yang sama di masa yang akan datang.

3.      Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya)

4.       Dimensi konstekstual (situasi lingkungan di mana budaya berada)

5.       Dimensi subyektif (tujuan dan keterlibatan orang per orang dalam perubahan)

Di samping itu untuk menilai efektifitas perubahan budaya Paul Bate juga menentukan parameternya antara lain :

1.      Daya ekspresi yaitu kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru

2.      Daya komonolitas yaitu kemampuan untuk membentuk satu set nilai

3.      Daya penetrasi yaitu kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi

4.      Daya adaptif yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa tahan lama.

Meski sebagai manusia kita sadar bahwa perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun ketika perubahan itu menimpa diri kita belum tentu kita mau menerimanya dengan sukarela. Ada beberapa bentuk resistensi (perlawanan) terhadap perubahan budaya yaitu :

1.       Culture of denial (Pengingkaran). Munculnya persepsi tentang pengingkaran komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap mempertahankan lingkungan kerja yang kondusif.

2.      Culture of fear (Ketakutan). Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan takut terhadap dampak perubahan yang akan terjadi.

3.      Culture of cynism (Sinisme). Munculnya persepsi bahwa perubahan budaya hanya rekayasa sebagian orang dan tidak sungguh-sungguh serta hanya untuk kepentingan sebagian pihak saja.

4.      Culture of self-interest (Mementingkan diri sendiri). Munculnya sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri dengan mencari peluang di luar perusahaan.

5.      Culture of distrust (Ketidakpercayaan). Munculnya perasaan saling curiga terhadap sesama mitra kerja (horizontal) dan kepada eksektufi (vertical).

6.      Culture of anomie (Ketidakstabilan sosial). Munculnya perubahan sosial akibat perubahan gaya kepemimpinan, sikap, pola pikir dan perilaku yang lama.

Disamping bentuk-bentuk resistensi tersebut di atas, perubahan budaya juga dapat menimbulkan munculnya sub budaya yang terselubung (The rise of underground subculture). Hal ini disebabkan ada sebagian orang yang setengah hati menerima budaya baru, sehingga tidak jarang mereka mengadopsi budaya baru sambil tetap mengidentifikasikan dirinya dengan simbol, nilai dan ritual budaya lama.

Meskipun dalam perubahan budaya terdapat perlawanan (resistance) yang merupakan bentuk negatif dari perubahan, tetapi tidak jarang juga ada reaksi positif dalam perubahan budaya. Bentuk-bentuk reaksi positif dan negatiftersebut antara lain :

1.       Active acceptance yaitu karyawan menerima apa adanya perubahan budaya.

2.      Selective reinvention yaitu karyawan mencoba mendaur ulang beberapa elemen budaya lama seolah-olah menjadi budaya baru.

3.       Reinvention yaitu secara umum karyawan enggan melakukan perubahan

4.       General acceptance yaitu karyawan mau menerima perubahan meski tidak sepenuhnya. Ada beberapa yang ditolak dengan asumsi budaya lama lebih cocok.

5.       Dissonance yaitu karyawan mengalami keraguan antara menerima dan menolak perubahan.

6.       General rejection yaitu secara umum karyawan menolak perubahan meski perubahan masih diterima dengan alasan budaya lama tidak lagi kondusif.

7.      Reinterpretation yaitu secara umum karyawan mencoba menginterpretasikan perubahan dan menyesuaikan diri.

8.       Selective reinterpretation yaitu karyawan menginterpretasikan kembali beberapa komponen budaya dan menolak sebagian yang lain.

9.      Active rejection yaitu karyawan serta merta menolak perubahan budaya.

No comments:

Post a Comment